Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) dan Kepailitan
PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh Debitor maupun Kreditor dalam hal Debitor atau Kreditor menilai Debitor tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor) antara Debitor dan Kreditor agar Debitor tidak perlu dipailitkan sebagaimana ketentuan dari Pasal 222 jo. Pasal 228 ayat (5) dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, atau dapat diberikan pengertian bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) adalah suatu masa atau waktu yang diberikan oleh Undang-Undang melalui putusan Hakim Niaga, dimana dalam masa tersebut kepada pihak Kreditor dan Debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.
Sedangkan Kepailitan yang merupakan upaya hukum atas sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas yang ditunjuk dan diangkat oleh Ketua Pengadilan Niaga.
Hal yang akan dicapai dengan PKPU ini adanya tindak lanjut dan reaksi itikad baik dari Debitor untuk menyelesaikan kewajibannya dan dicapainya rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor) antara Debitor dan Kreditor sehingga Debitor tidak perlu dipailitkan (vide Pasal 222 UU Kepailitan jo. Pasal 228 ayat (5) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
Penundaan kewajiban pembayaran utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak Kreditor dan Debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.
Akibat hukum dari PKPU terhadap harta atau asset dari Debitor: dalam PKPU Debitor, bahwa Debitor masih dapat melakukan pengurusan terhadap harta atau asset milik merek selama mendapatkan persetujuan dari Pengurus/Kurator sebagaimana ketentuan Pasal 240 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Namun ketika telah habisnya masa penundaan kewajiban pembayaran utang sekalipun telah ditunda sampai batas waktu 270 (dua ratus tujuh puluh) hari ternyata Debitor tidak dapat melakukan pemenuhan kewajiban-kewajibannya kepada Kreditor, maka terhadap Debitor dapat dinyakatan “Pailit” oleh Pengadilan Niaga, dan keputusan pailit ini tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun sebagaimana ketentuan Pasal 235 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Apa yang dapat diberikan dalam manfaat hukum dari PKPU ini bagi Kreditor/Klien?
- Memberikan efek reaksi terhadap Debitor yang tidak bertanggung jawab memenuhi itikad baiknya;
- Memberikan pembedaan fakta hukum antara Debitor yang tidak mau membayar atau Debitor tidak bisa membayar, yang dapat dievaluasi dan diketahui dari penundaan waktu pembayaran utang yang diberikan;
- Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi Kreditor dalam memulihkan hak-hak hukum mereka dalam kaitan utang piutang yang ada dengan Debitor;
- Mencegah kerugian dan penghapusan utang (write off (W.O)) yang dapat membuat pembukuan laba rugi perusahaan menjadi menurun performance-nya.
Dalam kasus perkara PKPU ini kami juga dapat menjadi kuasa hukum dari Debitor yang sedang dimohonkan PKPU oleh Kreditor, sehingga kami selaku kuasa hukum dapat memberikan bantuan untuk melakukan negosiasi dan membantu melakukan review terhadap setiap perjanjian-perjanjian di dalam proses PKPU dan memberikan opini terbaik bagi Klien dan mendampingi Klien dalam setiap rapat Kreditor.
Kepailitan (Bankruptcy):
Adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kepailitan adalah upaya hukum untuk melindungi Kreditor dengan memberikan kepastian hukum dalam menyelesaikan transaksi utang piutang yang tidak terselesaikan dan kini menjadi trend atau pilihan hukum yang banyak diminati dalam proses penyelesaian sengketa utang piutang sebab banyak yang menganggap prosesnya lebih cepat sehingga terkait pemulihan dari hak-hak Kreditor lebih terjamin.
Akibat Hukum dari Adanya Putusan Pailit:
- Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit, dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
- Debitor kehilangan haknya untuk mengurus harta atau asetnya, karena Pengadilan Niaga telah menunjuk Kurator untuk dan selanjutnya melakukan pengurusan dan pemberesan utang-utang Debitor pailit (vide Pasal 1 angka (5), Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
- Kurator diberikan kewenangan oleh Pengadilan Niaga untuk dapat melakukan segala upaya terhadap harta dan aset Debitor dan berwenang untuk melakukan uapaya-upaya yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas budel pailit (harta benda Debitor yang tercatat), sebagaimana ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
- Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung sebagaimana Pasal 14 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.